KPK: BUMN banyak Korupsi

JAKARTA - Banyaknya oknum pegawai badan usaha milik negara (BUMN) terlibat kasus korupsi memicu keprihatinan DPR. Untuk menghentikan persoalan tersebut, mereka mendukung penerapan pidana korporasi terhadap sejumlah perusahaan BUMN dan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penerapan tersebut.

Sikap yang disampaikan Komisi III DPR tersebut merespons penetapan dua tersangka kasus dugaan korupsi pelaksanaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek infrastruktur yang dikerjakan PT Waskita Karya (persero) Tbk. Proyek dimaksud berupa pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan BPK RI normalisasi yang tersebar di Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, Papua.

Hingga saat ini, KPK sudah menjerat empat perusahaan sebagai tersangka. Tiga dalam korupsi pengadaan dengan kerugian negara dan satu untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dari empat perusahaan tersebut, satu di antaranya BUMN yakni PT Nindya Karya (persero).

Perusahaan ini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dari APBN tahun anggaran 2006-2011 dengan kerugian negara Rp313 miliar.

"Temuan KPK atas kasus yang ditangani ini memang harus diungkap semuanya. Pidana korporasi (perusahaan-perusahaan BUMN) KPK tidak boleh segan-segan mengungkapnya. Supaya tidak ada yang disalahgunakan, tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang sehingga timbul kerugian negara kan," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Kalangan DPR memang pantas geram karena kasus korupsi yang melibatkan BUMN semakin marak. Selain kasus kontraktor fiktif pada 14 proyek, beberapa hari sebelumnya KPK juga sudah menetapkan satu pejabat PT Waskita Karya (persero) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan dua gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Gowa, Sulawesi Selatan yang diampu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran (TA) 2011.

Di sisi lain, sejumlah kasus yang ditangani KPK juga ada pejabat dan mantan pejabat perusahaan BUMN selain PT Waskita Karya, di antaranya berasal dari PT Hutama Karya (persero) Tbk PT Adhi Karya (persero) Tbk PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, hingga PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. Dengan melihat hal tersebut, seharusnya KPK berani menetapkan perusahaan-perusahaan BUMN tersebut dalam sebagai tersangka pidana korupsi korporasi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan komitmen KPK menerapkan pidana korporasi tersebut baik mencakup perusahaan swasta maupun perusahaan BUMN. Sejauh ini KPK masih menelaah sejumlah fakta, data, dan informasi untuk penerapan pidana korporasi terhadap perusahaan BUMN, termasuk PT Waskita Karya. Apalagi, tutur Alexander, para pejabat perusahaan-perusahaan BUMN sudah banyak ditetapkan sebagai tersangka di KPK.

"Tidak tertutup kemungkinan BUMN-BUMN yang terlibat dalam proses penyuapan atau tindak pidana korupsi yang dilakukan pengurusnya, pegawainya tidak tertutup kemungkinan untuk kita tersangkakan juga. Dalam banyak korporasi, tidak menutup kemungkinan kita terapkan juga ke Waskita," ujar Alexander seusai konferensi pers Laporan Akhir Tahun 2018, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, kemarin.

Teguran

Menurut Trimedya, terbongkarnya kasus dugaan korupsi 14 proyek infrastruktur PT Waskita Karya menjadi teguran keras untuk Kementerian BUMN. Apalagi, dari dulu DPR telah mengingatkan bahwa memang proyek-proyek infrastruktur termasuk yang ditangani perusahaan-perusahaan BUMN Rini Soemarno itu sangat rentan terjadi korupsi.

"Kasus ini sebenarnya jadi pelajaran untuk menteri BUMN karena terlalu longgar kontrolnya, pengawasan menteri BUMN ke perusahaan-perusahaan BUMN itu kurang sekali. Kemudian, koordinasi dengan kementerian terkait termasuk Kementerian PUPR itu juga kurang. Kementerian BUMN harus segera melakukan konsolidasi yakni menertibkan perusahaan-perusahaan BUMN," ujarnya.

Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi DPP PDIP ini lantas menekankan penting kementerian segera menonaktifkan para tersangka perorangan dari perusahaan BUMN. Selanjutnya, kementerian melakukan perbaikan secara menyeluruh harus dilakukan seluruh perusahaan-perusahaan BUMN yang menangani berbagai proyek, termasuk infrastruktur, untuk menghindari terjadinya korupsi lagi.

“Apalagi, pemerintah saat ini mengulurkan anggaran proyek infrastruktur https://en.search.wordpress.com/?src=organic&q=Rini Soemarno yang sangat besar mencapai lebih Rp300 triliun. Rata yang pegang besar-besar itu kan Waskita Karya, Adhi Karya, Hutama Karya, pokoknya yang karya-karya itulah. Dengan anggaran yang besar itu kan ada potensi penyimpangan. Makanya saya bilang harus ada tindakan cepat dari Meneg BUMN," paparnya.

Lebih jauh dia mengingatkan, semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah membangun infrastruktur untuk masyarakat dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Namun, semangat itu menjadi ternoda ketika kontrol dan pengawasan yang lemah dari Kementerian BUMN terhadap perusahaan-perusahaan BUMN akibat terjadinya penyimpangan. "Semangat Pak Jokowi harus dijaga, infrastruktur harus dinikmati seluruh rakyat Indonesia," tandasnya

Akhirnya terkuak: 14 Proyek Fiktif BUMN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merinci 14 proyek yang pengerjaannya fiktif oleh 4 perusahaan sub-kontraktor yang diduga dilakukan dua pejabat BUMN, Korupsi anak buah Rini Soemarno di PT.Waskita Karya.

"Diduga 4 perusahaan sub-kontraktor mendapat 'pekerjaan fiktif' dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo saat konpers di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (17/12).

Agus menegaskan bahwa 14 proyek infrastruktur yang diduga dikorupsi oleh dua pejabat Waskita Karya, dengan memberikan pekerjaan fiktif kepada Proyek Fiktif empat sub kontraktor yang telah ditunjuk sejak awal.

Berikut 14 proyek infrastruktur tersebut :

1. Proyek normalisasi kali Bekasi Hilir, Jawa Barat;

2. Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) paket 22, Jakarta ;

3. Proyek Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara;

4. Proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat;

5. Proyek normalisasi kali pesanggarahan paket 1, Jakarta;

6. Proyek PLTA Genyem, Papua;

7. Proyek tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat;

8. Proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta;

9. Proyek fly over Merak-Balaraja, Banten;

10. Proyek Jalan Layang non tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta;

11. Proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) Seksi W 1, Jakarta;

12. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali;

13. Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali;

14. Proyek Jembatan AJI Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Diketahui, KPK menetapkan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman (FR) dan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014, Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi.

FR dan YAS diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun suatu korporasi, terkait pelaksanaan pekerjaan sub kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya.

Sebanyak 14 proyek infrastruktur di sejumlah daerah Indonesia yang dikorupsi oleh dua anak buah Rini Soemarno di BUMN pada PT Waskita Karya.

FR saat ini menjabat sebagai General Manager Divisi IV PT Waskita Karya (Persero) Tbk di Kementerian BUMN. Sementara YAS kini menjabat sebagai General Manager Finance and Riska Departemen PT Waskita Karya sekaligus Direktur Keuangan dan SDM PT.Waskita Toll Road.

Diduga telah terjadi kerugian keuangan negara sekira Rp 186 miliar. Perhitungan kerugian keuangan menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) https://www.washingtonpost.com/newssearch/?query=Rini Soemarno tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT.Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan sub kontraktor pekerjaan fiktif.

Atas perbuatanya, dua mantan pejabat PT.Waskita Karya itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199c9 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selanjutnya, KPK terus menelusuri tersangka-tersangka lain yang mungkin terkait.

KPK didesak tangkap Rini Soemarno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera memanggil dan memeriksa Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menteri BUMN) Rini Soemarno, lantaran sudah ada laporan penyelewengan yang disampaikan oleh DPR dan BPK RI terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi di badan usaha milik negara yakni KPK PT Pelindo II.

Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya’roni menyampaikan, selama ini, PT Pelindo II sebagai perusahaan pelat merah hanya dijadikan bancakan oleh para pejabat dan mafia yang berkolaborasi di Kementerian yang sekarang dipimpin oleh Rini Soemarno.

"Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Rini Soemarno tidak ubahnya menjadi tempat bancakan. Kasus teraktual diantaranya megakorupsi https://www.washingtonpost.com/newssearch/?query=Rini Soemarno di BUMN Pelindo II yang merugikan keuangan negara hingga Rp. 4,08 triliun. Dugaan korupsi di Pelindo II menyangkut perpanjangan kerjasama pengoperasian terminal petikemas Jakarta International Container Terminal (JICT) antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings (HPH),” tutur Sya’roni, di Jakarta, Rabu (26/7).

Bahkan, lanjut dia, berdasarkan hasil audit investigasi BPK, telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,08 triliun dalam kontrak perpanjangan tersebut. Peran Rini Soemarno dalam perpanjangan kontrak itu pun sangat jelas, dan patut diduga ada aliran dana kepada Menteri BUMN Rini Soemarno, oleh karena itu KPK harus mengusutnya hingga tuntas.

"Atas terjadinya kerugian negara Rp. 4,08 triliun KPK harus cepat bertindak. Dan diantara yang patut ditetapkan sebagai tersangka adalah Menteri DPR BUMN Rini Soemarno karena telah mengeluarkan ijin prinsip pada 9 Juni 2015 terhadap perpanjangan kontrak tersebut,” ujarnya.

Sya’roni menyampaikan, pihaknya pun sudah kembali melaporkan dan mendatangi gedung KPK untuk mendesak dan menyampaikan agar lembaga anti rasuah itu tidak berleha-leha dalam pengusutan kasus mega korupsi di PT pelindo II tersebut.

"Kami sudah datangi KPK, kami mendesak KPK segera mengusut tuntas, dan menangkap Menteri BUMN Rini Soemarno,” ujar Sya’roni.

Perlu ditegaskan, lanjut dia, bahwa sebelumnya DPR RI yang mencium ketidakberesan dalam pengelolaan BUMN Pelindo II telah membentuk Pansus Angket Pelindo II, yang kemudian Pansus mengeluarkan rekomendasi meminta kepada Presiden Jokowi untuk memecat Menteri BUMN Rini Soemarno karena dianggap bertanggung jawab atas penyelewengan yang terjadi di Pelindo II.

"Namun sangat disayangkan, Rini Soemarno hingga kini masih bebas memimpin Kementerian BUMN. KPK pun jangan masuk angin, harus mengusut tuntas kasus ini,” pungkas Sya’roni.

Menteri BUMN Terlibat Dugaan Korupsi

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Menteri (Sesmen) BUMN, Imam Apriyanto Putro pada hari ini. Anak buah Menteri Rini Soemarno tersebut bakal diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Dirut PT Jasindo, Budi Tjahjono (BTJ).

"Yang bersangkutan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka BTJ," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (20/8/2018)

Selain Imam, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua karyawan PT Asando Karya yakni, Ida Farida dan Dadang Kusnadi serta pihak https://en.search.wordpress.com/?src=organic&q=Rini Soemarno swasta, Jimmy Iskandar. Ketiganya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Tjahjono.

Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan Budi Tjahjono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT Jasindo dalam pengadaan asuransi oil dan gas pada BP Migas-KKKS tahun 2010 dan tahun 2012-2014.

Budi selaku Dirut PT Jasindo diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pembayaran komisi terhadap kegiatan fiktif agen PT Bandara Kulon Progo Asuransi Jasa Indonesia dalam penutupan asuransi oildan gas pada BP Migas-KKKS tahun 2010-2012 dan tahun 2012-2014.

Budi diduga memerintahkan menunjuk perorangan menjadi agen dengan dua proses pengadaan di tahun 2010-2012 dan 2012-2014

Dalam pengadaan pertama, BP Migas pada 2009 mengadakan lelang terbuka pengadaan jasa asuransi untuk menutup aset dan proyek di kontraktor kontrak kerja sama (KKS). Panitia pengadaan asuransi oil and gas BP Migas, menurut Febri, mengumumkan PT Jasindo sebagai leader konsorsium.

Sementara pada pengadaan kedua, proses lelang jasa asuransi aset dan proyek BP Migas-KKKS tahun 2012-2014 dilakukan. PT Jasindo juga ditunjuk sebagai leader konsorsium.

Akibat perbuatannya, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 15 miliar. Budi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Korupsi Bandara Kulon Progo

LBH Jaringan Advokasi Publik (JAP) menduga telah terjadi praktik korupsidalam lelang ulang pengadaan pembangunan Bandara Kulon Progo atau New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Tak tanggung-tanggung nilainya disebut mencapai ratusan miliar dari total proyek senilai Rp 6 triliun.

Direktur Eksekutif LBH JAP Alfian Guchi menuturkan, pihaknya telah melaporkan dugaan korupsi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 Juli lalu.

Lembaga ini berharap agar KPK serius menindaklanjuti laporan tersebut walau diduga melibatkan elite penguasa.

"Ada indikasi keterlibatan Menteri BUMN RS dalam KKN itu karena melakukan intervensi dengan menelepon direksi BUMN peserta lelang yang dikalahkan. Melalui telepon pada Senin 2 Juli 2018, Menteri BUMN RS disebut-sebut melarang BUMN peserta lelang yang dikalahkan untuk Rini Soemarno menyampaikan sanggahan atas penetapan pemenang lelang," tutur Alfian.

Dugaan korupsi ini bermula dari PT Angkasa Pura I (Persero) menetapkan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk sebagai pemenang lelang pembangunan dan pengelolaan infrastruktur Bandara Kulon Progo Yogyakarta pada 22 Juni 2017.

Ketetapan itu sesuai surat PT Angkasa Pura I (Persero) Nomor: AP.I.3376/LB.05.01/2017/DU-8 ditandatangani oleh Danang S Baskoro selaku Direktur Utama pada saat itu.

Setelah penetapan itu, PT PP tidak mengerjakan apapun sebagaimana mestinya hingga Maret 2018. Itu sekitar 9 bulan lamanya. Tidak diketahui apa penyebab mengapa PT PP sama sekali tidak mengerjakan proyek tersebut.

Namun, pada faktanya PT Angkasa Pura I (Persero) membatalkan penetapan pemenang lelang dan melakukan pelelangan ulang atas objek lelang yang sama.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lelang pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh negara termasuk dana BUMN, pemenang lelang sebelumnya yang telah terbukti ingkar janji (wanprestasi) atau tidak mampu melaksanakan kewajiban selaku pemenang lelang tidak diikutsertakan dalam pelelangan ulang.

Akan tetapi, pada lelang ulang oleh PT Angkasa Pura I (Persero) PT Pembangunan Perumahan (Persero) tetap diundang kembali menjadi peserta lelang.

Dikatakan Alfian, untuk menutupi pelanggaran hukum, PT PP (Persero) berganti baju menjadi PT PP KSO walau alamat dan personel yang terlibat lelang tetap sama.

Alhasil, PT Angkasa Pura I kembali menetapkan PT PP KSO sebagai pemenang lelang meski harga penawaran yang mereka ajukan lebih tinggi dibanding peserta lelang lain.

Keputusan penetapan pemenang lelang ulang diinformasikan melalui email pada Jumat malam, 29 Juni 2018.

Dalam email itu diberitahukan penetapan pemenang lelang ulang disebutkan bahwa masa sanggah atas penetapan pemenang lelang ulang paling lambat 3 (tiga) hari atau pada Senin 2 Juli 2018.

Hal ini melanggar peraturan perundang-undangan http://query.nytimes.com/search/sitesearch/?action=click&contentCollection®ion=TopBar&WT.nav=searchWidget&module=SearchSubmit&pgtype=Homepage#/Rini Soemarno yang berlaku, di mana masa sanggah untuk lelang sejenis adalah 5 (lima) hari kerja.

Dalam hal inilah diduga Menteri BUMN Rini Soemarno terlibat. Ia mengintervensi direksi BUMN yang kalah lelang untuk tidak menyampaikan sanggahan atas kemenangan PT PP KSO.

KPK Ultimatum Rini Soemarno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini menangani sejumlah perkara dugaan korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bahkan, petinggi di sejumlah perusahaan pelat merah telah berstatus tersangka.

Seperti RJ BUMN Lino, mantan Dirut Pelindo II yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC); Emirsyah Satar, mantan Dirut PT Garuda Indonesia yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pembelian pesawat dan mesin pesawat; M. Firmansyah Arifin, Dirut PT PAL, tersangka suap penjualan dua kapal perang dan Budi Tjahjono selaku mantan Dirut PT Jasindo yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penunjukan dan pembayaran agen.

Atas sejumlah kasus ini, KPK mengingatkan Menteri BUMN, Rini Soemarno dan jajarannya untuk memberi perhatian serius terkait kasus-kasus korupsi tersebut. Kementerian BUMN dinilai tidak menjadikan kasus-kasus itu sebagai pelajaran untuk membenahi jajaran petinggi perusahaan BUMN agar tidak kembali terjerat korupsi.

"Penanganan kasus yang melibatkan sejumlah pimpinan direksi BUMN ini diharapkan menjadi perhatian yang serius bagi Kementerian BUMN. Tentu saja di sini Menteri BUMN supaya memperhatikan secara serius," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin 8 Mei 2017.

Menurut Febri, langkah Kementerian http://query.nytimes.com/search/sitesearch/?action=click&contentCollection®ion=TopBar&WT.nav=searchWidget&module=SearchSubmit&pgtype=Homepage#/Rini Soemarno BUMN memecat petinggi perusahaan BUMN yang ditetapkan sebagai tersangka dinilai belum cukup menanggulangi persoalan serius ini. Lebih dari itu, Kementerian BUMN seharusnya juga mempelajari lebih jauh faktor-faktor yang membuat perusahaan milik negara ini menjadi sarang koruptor dan membangun sistem pencegahan KKN yang terintegrasi.

"Tidak cukup hanya dengan memberhentikan ketika sudah menjadi tersangka, tetapi hal ini dipelajari lebjh lanjut apa sebeneranya faktor yang menjadi penyebab, Kemudian ada banyak indikasi korupsi di BUMN, agar penindakan dan pencegahan bisa berjalan beriringan," kata Febri.